Modus Rekening Pribadi Paling Sering dilakukan
JAKARTA – Pemerintah harus berhati-hati jika ingin memacu kemampuan daerah mengelola keuangan. Pasalnya, dalam tempo delapan bulan saja, periode Januari 2008 hingga 22 Agustus 2008, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menerima sekitar 375 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM). Kepala PPATK Yunus Husein mengungkapkan, jika dihitung sejak 2002 hingga 2008, maka temuan LKTM yang terkait dengan keuangan daerah semakin banyak. Jumlahnya sudah mencapai lebih dari 1.000 LKTM.
Laporan itu tidak hanya berasal dari bank pembangunan daerah (BPD) tetapi juga bank-bank umum yang ada di daerah. “Pengalaman kami dengan pengelolaan dana pemda ini sungguh luar biasa. Selama periode 2002 sampai 2008, sudah mencapai lebih dari 1.000 LKTM,” ujar Yunus dalam seminar tentang keuangan daerah dan tata kelola pemerintahan daerah di Jakarta kemarin. Yunus menyebutkan, modus yang paling sering dilakukan dalam pengelolaan keuangan daerah sehingga menjadi transaksi yang dicurigai adalah menggunakan rekening pribadi.
“Caranya, dana APBD dipindahkan ke rekening pribadi PNS di daerah bersangkutan, setelah itu uangnya dipakai untuk kepentingan pribadi. Dana itu akan tercampur dengan dana pribadi sehingga akan sulit dipertanggungjawabkan,” paparnya.
Modus lainnya adalah dana APBD digunakan untuk membeli produk-produk jasa keuangan melalui unit link misalnya membeli produk reksadana. “Modus yang juga sering dilakukan adalah pemindahan dana APBD ke rekening pribadi melalui beberapa kali surat perintah pencairan dana (SP2D), kemudian dana yang sudah masuk ke rekening pribadi itu dikirim ke saudara-saudaranya, ada juga yang ditarik sendiri.” katanya. Kepala Humas PPATK M. Natsir Kongah menambahkan, di antara 585 kasus yang dilimpahkan PPATK ke kepolisian dan kejaksaan tahun ini, hanya 18 perkara yang sudah diputus pengadilan menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. ”Selama ini memang hanya segitu yang diputus. Namun, pantauan kami baru sebatas yang dijerat Undang-Undang Pencucian Uang,” jelasnya. Selama ini, hasil penelusuran PPATK memang selalu diserahkan kepada kepolisian dan kejaksaan. Sebab, undang-undang memang mengamanatkan seperti itu.
Sementara itu, terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata Natsir, pihaknya tidak bersifat aktif menyerahkan laporan. Namun, PPATK akan turun tangan selama KPK meminta. ”Kami selama ini justru aktif diminta KPK. Terutama menelusuri transaksi keuangan yang diindikasi korupsi,” jelasnya. Dia mengungkapkan, hingga akhir Juli 2008, pihaknya telah menerima18.008 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM), 5.854.743 laporan transaksi keuangan tunai (LTKT), dan 2.452 laporan pembawaan uang tunai. Di antara jumlah itu, yang terbanyak merupakan laporan pedagang valuta asing, perusahaan efek, dan perusahaan asuransi. Natsir juga membeberkan soal perhatian bank terkait dengan transaksi mencurigakan. Selama ini, menurut dia, 61 bank swasta sudah melaporkan 5.542 laporan transaksi mencurigakan tersebut. Sementara itu, untuk bank pemerintah, hanya ada empat bank yang mengadukan 4.240 laporan. ”Semua terus kami analisis. Nanti kalau ada yang mencurigakan, kami tindak lanjuti,” tegasnya. (git/nw)
Laporan itu tidak hanya berasal dari bank pembangunan daerah (BPD) tetapi juga bank-bank umum yang ada di daerah. “Pengalaman kami dengan pengelolaan dana pemda ini sungguh luar biasa. Selama periode 2002 sampai 2008, sudah mencapai lebih dari 1.000 LKTM,” ujar Yunus dalam seminar tentang keuangan daerah dan tata kelola pemerintahan daerah di Jakarta kemarin. Yunus menyebutkan, modus yang paling sering dilakukan dalam pengelolaan keuangan daerah sehingga menjadi transaksi yang dicurigai adalah menggunakan rekening pribadi.
“Caranya, dana APBD dipindahkan ke rekening pribadi PNS di daerah bersangkutan, setelah itu uangnya dipakai untuk kepentingan pribadi. Dana itu akan tercampur dengan dana pribadi sehingga akan sulit dipertanggungjawabkan,” paparnya.
Modus lainnya adalah dana APBD digunakan untuk membeli produk-produk jasa keuangan melalui unit link misalnya membeli produk reksadana. “Modus yang juga sering dilakukan adalah pemindahan dana APBD ke rekening pribadi melalui beberapa kali surat perintah pencairan dana (SP2D), kemudian dana yang sudah masuk ke rekening pribadi itu dikirim ke saudara-saudaranya, ada juga yang ditarik sendiri.” katanya. Kepala Humas PPATK M. Natsir Kongah menambahkan, di antara 585 kasus yang dilimpahkan PPATK ke kepolisian dan kejaksaan tahun ini, hanya 18 perkara yang sudah diputus pengadilan menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. ”Selama ini memang hanya segitu yang diputus. Namun, pantauan kami baru sebatas yang dijerat Undang-Undang Pencucian Uang,” jelasnya. Selama ini, hasil penelusuran PPATK memang selalu diserahkan kepada kepolisian dan kejaksaan. Sebab, undang-undang memang mengamanatkan seperti itu.
Sementara itu, terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata Natsir, pihaknya tidak bersifat aktif menyerahkan laporan. Namun, PPATK akan turun tangan selama KPK meminta. ”Kami selama ini justru aktif diminta KPK. Terutama menelusuri transaksi keuangan yang diindikasi korupsi,” jelasnya. Dia mengungkapkan, hingga akhir Juli 2008, pihaknya telah menerima18.008 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM), 5.854.743 laporan transaksi keuangan tunai (LTKT), dan 2.452 laporan pembawaan uang tunai. Di antara jumlah itu, yang terbanyak merupakan laporan pedagang valuta asing, perusahaan efek, dan perusahaan asuransi. Natsir juga membeberkan soal perhatian bank terkait dengan transaksi mencurigakan. Selama ini, menurut dia, 61 bank swasta sudah melaporkan 5.542 laporan transaksi mencurigakan tersebut. Sementara itu, untuk bank pemerintah, hanya ada empat bank yang mengadukan 4.240 laporan. ”Semua terus kami analisis. Nanti kalau ada yang mencurigakan, kami tindak lanjuti,” tegasnya. (git/nw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kami menunggu partisipasi pemikiran anda.. silakan