Sebetulnya apa yang telah terjadi di Banten masih banyak yang belum terungkap oleh BPK RI Jakarta, bahkan masih mengendap di bawah karpet mewah, tentang praktek korupsi yang sesunguhnya sangat besar. Data BPK RI lebih cenderung pada penyimpangan anggaran seperti mark up (harga terlalu mahal) dan kesalahan adminstrasi.
Bukan itu saja, banyak kasus yang hingga saat ini belum selesai dituntaskan apalagi menyangkut tokoh elit feodal-kapitalisme lokal semodel Dinasti H. Hasan Sochib.
Penetrasi dan tekanan terhadap pejabat birokrasi (halus terselubung maupun ancaman) dalam melakukan manuver dan praktek monopoli proyek serta korupsi dilakukan sangat lihai, canggih, dan melibatkan banyak orang juga melanggar hukum (Keppres 80/2003 dan 61/2004). Tidak ada satupun yang berani untuk mencegah dan mengganjal langkahnya.
Bahkan pernah suatu ketika dimasa lalu, balik menuduh dan mengancam parlemen pada tanggal 18 Agustus 2006 (Hari Kemerdekaan) , sehubungan dengan pertanyaan proyek pembangunan jalan raya lebak-sukabumi bantuan dari Bank Dunia, dll. Padahal hak bertanya (interpelasi) dan hak angket adalah sah dijamin undang-undang milik parlemen sebagai fungsi pengawasan terhadap jalannya roda program pembangunan.
Rumor lainnya tentang asosiasi pengusaha atas perintah sebagai Ketua Kadin dan Jawara Banten memalak kepada pengusaha dan tiap dinas sebesar 10 % hingga 30 % (data PSK UGM 2006) untuk mendapatkan proyek.
Jadi, bagaimana pembangunan Banten akan sesuai dengan mutu kualitas yang terbaik, jika pada tahap awal saja biaya pembangunan sudah dikorupsi.
Bukan itu saja, banyak kasus yang hingga saat ini belum selesai dituntaskan apalagi menyangkut tokoh elit feodal-kapitalisme lokal semodel Dinasti H. Hasan Sochib.
Penetrasi dan tekanan terhadap pejabat birokrasi (halus terselubung maupun ancaman) dalam melakukan manuver dan praktek monopoli proyek serta korupsi dilakukan sangat lihai, canggih, dan melibatkan banyak orang juga melanggar hukum (Keppres 80/2003 dan 61/2004). Tidak ada satupun yang berani untuk mencegah dan mengganjal langkahnya.
Bahkan pernah suatu ketika dimasa lalu, balik menuduh dan mengancam parlemen pada tanggal 18 Agustus 2006 (Hari Kemerdekaan) , sehubungan dengan pertanyaan proyek pembangunan jalan raya lebak-sukabumi bantuan dari Bank Dunia, dll. Padahal hak bertanya (interpelasi) dan hak angket adalah sah dijamin undang-undang milik parlemen sebagai fungsi pengawasan terhadap jalannya roda program pembangunan.
Rumor lainnya tentang asosiasi pengusaha atas perintah sebagai Ketua Kadin dan Jawara Banten memalak kepada pengusaha dan tiap dinas sebesar 10 % hingga 30 % (data PSK UGM 2006) untuk mendapatkan proyek.
Jadi, bagaimana pembangunan Banten akan sesuai dengan mutu kualitas yang terbaik, jika pada tahap awal saja biaya pembangunan sudah dikorupsi.
om yang saya dengar memang begitu bukan di banten saja,karena untuk bisa dapat dana pembangunan dari pusat broker dari daerah harus membayar sejumlah uang agar lancarrrrrrrrrrrrrrrr.
BalasHapus