kutipan: http://www.pib-banten.go.id/old/heritage/bangunan/bgn_heritage.shtml
Banten merupakan daerah yang memiliki bentuk bangunan yang beragam. Bentuk bangunan tersebut ditandai oleh temuan-temuan yang dapat dikategorikan dari masa yang paling tua (masa prasejarah) yaitu masa neolitik atau masa bercocok tanam.
Penemuan yang lain adalah penemuan monumental dalam bentuk bangunan-bangunan megah pada masa Islam Awal yaitu dari Kesultanan Banten. Penemuan-penemuan ini merupakan suatu budaya dan peradaban yang tinggi yang telah diwariskan oleh nenek moyang yang pernah mendiami wilayah Banten.
Penemuan bangunan menandai tingkat kemampuan menguasai pengetahuan dalam merealisasikan rasa, cipta, dan karsa. Bangunan dalam bentuk benda Cagar Budaya merupakan cermin jati diri bangsa. Hal ini juga membuktikan adanya nilai-nilai luhur yang perlu dipelajari, diketahui, dipahami yang dapat dikembangkan sebagai 'sense of belonging' yang bermuara pada rasa kebanggaan nasional.
Abad XVI
Kawasan Banten Pesisir
Kawasan yang dibangun oleh raja-raja jaman kesultanan banten abad ke 16 m – 17 m di pesisir banten sebelah utara (kini disebut banten lama) merupakan kawasan yang mempunyai nilai historis dan arsitektur yang tinggi, terutama dari segi penataan dan tipologi bangunan-bangunannya.
Penataan kawasan banten pesisir ini meletakkan benteng surosowan sebagai titik sentral kawasan dan dikelilingi oleh kanal yang berhubungan langsung dengan teluk banten.
Tipologi bangunannya sangat kental dipengaruhi oleh arsitektur bergaya eropa dan china seperti tampak dalam bangunan tiyamah, menara mesjid, klenteng dan rumah pecinan.
Struktur morfologis kota banten, sebagaimana kota pantai pada umumnya, memiliki rancang bangun atau desain arsitektural untuk memenuhi kebutuhan pelabuhan (dan prasarana penunjangnya), keraton (dan komponen pembentukannya), alun-alun (dan jaringan pengikatnya), mesjid (sebagai pusat religi), pelayanan masyarakat (pasar, jalan, pergudangan, balai pertemuan, jaringan air bersih dan irigasi), kawasan industri (gerabah, logam, pengolahan/pengawetan bahan makanan dan sebagainya).
Desain arsitektur kota pantai yang bersifat dinamis, lebih diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan fungsional keruangan, meskipun tak lalu berarti diabaikannya segi-segi estetika, kosmologi, religi dan sebagainya. Di banten pada puncak keemasannya, memuncak pula seni tinggi, bahkan sampai diterapkan pada benda-benda fungsional
Struktur banten sebagai kota pantai, kota perdagangan dan kota kerajaan, memperlihatkan pula adanya enclaves disain-disain arsitektural yang mengacu pada clustering kelompok-kelompok penghuninya, baik atas dasar profesi, etnik dan ikatan-ikatan primordial lainnya.
Banten sebagai kota awal sebelum berdominasinya penguasa penjajah bangsa eropa, secara fisiografis, masih memperlihatkan keterikatan ontologisnya terhadap corak/ujud benteng alam. Ini diperlihatkan oleh banten sebagai “pusat pemukiman”, pada awalnya masih berkembang mengikuti jalur-jalur sumber air, yakni sungai cibanten sedangkan pada masa berikutnya, banten berkembang “mendekati” bentuk sumber air lainnya, yakni laut, yang dalam hal ini ialah teluk banten.
Abad XVI - XVII
Kawasan Banten Girang
Sejak abad ix, banten girang sudah berfungsi sebagai ibu kota kadipaten yang berada di bawah kekuasaan kerajaan pajajaran, dengan kota pakuan sebagai ibu kotanya (? Daerah bogor sekarang). Banten berfungsi sebagai salah satu pelabuhan besar kerajaan pajajaran yang ramai dikunjungi para pedagang asing.
Pada awal abad xvi yang berkuasa di banten girang adalah prabu pucuk umum. Agama yang dianut raja dan rakyat pajajaran adalah agama hindu-budha (h. Michrob & a.m. chudari, 1989;12). Mata pencaharian di banten girang pada umumnya bertani dan berkebun, dengan lada sebagai hasil utama.
Level wilayah dan kota (regional & urban)
Daerah odel pada mulanya merupakan daerah genangan air limpahan banjir, yang kemudian mengalami pengendapan lempung hitam dan menjadi kering, kemudian baru muncul pemukiman. Selain itu daerah ini dipengaruhi oleh perubahan pantai dan pembentukan aliran sungai yang terutama disebabkan oleh besarnya sungai yang bermuara di utara (indraningsih, 1986; 239-240)
Penemuan-penemuan di daerah odel berupa peninggalan prasejarah dan keramik dari abad ix-x menunjukkan bahwa daerah banten telah lama dihuni terutama di sepanjang sungai cibanten yang menerobos kampung odel.
Keberadaan pemukiman di tepi sungai erat kaitannya dengan fungsi sungai sebagai jalur transportasi utama yang menghubungkan pelabuhan (dan pasar) banten dengan banten girang. Dengan demikian, permukiman pada massa itu berpola pemukiman linier.
Level elemen primer kota
Elemen primer kota yang dominan pada periode ini adalah pelabuhan dan pasar banten yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, dan sungai cibanten sebagai elemen primer transportasi.
Abad XIX
Kawasan Kota Serang
Pada tahun 1808 keraton dihancurkan belanda, pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan ke keraton kaibon. Tahun 1816 kekuasaan kerajaan dihapuskan oleh belanda dan diganti dengan sarana pemerintahan belanda (keresidenan) bertempat di keraton kaibon, tetapi hal ini tidak berlangsung lama, pada tahun 1828 domain politik ini dipindahkan ke sebelah selatan dan kemudian membangun kota serang (serang=sawah, bahasa sunda), dimana daerah kota serang ini dulunya merupakan persawahan/daerah pertanian yang subur. Hal ini berkaitan erat dengan semakin melemahnya domain ekonomi di banten (pelabuhan dan pasar karangantu).
Akibat memburuknya perekonomian dan kondisi politik (terjadinya pemberontakan), makin banyak penduduk yang meninggalkan banten. Kota banten hancur. Kini banten secara administratif berstatus sebagai sebuah desa.
Banten merupakan daerah yang memiliki bentuk bangunan yang beragam. Bentuk bangunan tersebut ditandai oleh temuan-temuan yang dapat dikategorikan dari masa yang paling tua (masa prasejarah) yaitu masa neolitik atau masa bercocok tanam.
Penemuan yang lain adalah penemuan monumental dalam bentuk bangunan-bangunan megah pada masa Islam Awal yaitu dari Kesultanan Banten. Penemuan-penemuan ini merupakan suatu budaya dan peradaban yang tinggi yang telah diwariskan oleh nenek moyang yang pernah mendiami wilayah Banten.
Penemuan bangunan menandai tingkat kemampuan menguasai pengetahuan dalam merealisasikan rasa, cipta, dan karsa. Bangunan dalam bentuk benda Cagar Budaya merupakan cermin jati diri bangsa. Hal ini juga membuktikan adanya nilai-nilai luhur yang perlu dipelajari, diketahui, dipahami yang dapat dikembangkan sebagai 'sense of belonging' yang bermuara pada rasa kebanggaan nasional.
Abad XVI
Kawasan Banten Pesisir
Kawasan yang dibangun oleh raja-raja jaman kesultanan banten abad ke 16 m – 17 m di pesisir banten sebelah utara (kini disebut banten lama) merupakan kawasan yang mempunyai nilai historis dan arsitektur yang tinggi, terutama dari segi penataan dan tipologi bangunan-bangunannya.
Penataan kawasan banten pesisir ini meletakkan benteng surosowan sebagai titik sentral kawasan dan dikelilingi oleh kanal yang berhubungan langsung dengan teluk banten.
Tipologi bangunannya sangat kental dipengaruhi oleh arsitektur bergaya eropa dan china seperti tampak dalam bangunan tiyamah, menara mesjid, klenteng dan rumah pecinan.
Struktur morfologis kota banten, sebagaimana kota pantai pada umumnya, memiliki rancang bangun atau desain arsitektural untuk memenuhi kebutuhan pelabuhan (dan prasarana penunjangnya), keraton (dan komponen pembentukannya), alun-alun (dan jaringan pengikatnya), mesjid (sebagai pusat religi), pelayanan masyarakat (pasar, jalan, pergudangan, balai pertemuan, jaringan air bersih dan irigasi), kawasan industri (gerabah, logam, pengolahan/pengawetan bahan makanan dan sebagainya).
Desain arsitektur kota pantai yang bersifat dinamis, lebih diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan fungsional keruangan, meskipun tak lalu berarti diabaikannya segi-segi estetika, kosmologi, religi dan sebagainya. Di banten pada puncak keemasannya, memuncak pula seni tinggi, bahkan sampai diterapkan pada benda-benda fungsional
Struktur banten sebagai kota pantai, kota perdagangan dan kota kerajaan, memperlihatkan pula adanya enclaves disain-disain arsitektural yang mengacu pada clustering kelompok-kelompok penghuninya, baik atas dasar profesi, etnik dan ikatan-ikatan primordial lainnya.
Banten sebagai kota awal sebelum berdominasinya penguasa penjajah bangsa eropa, secara fisiografis, masih memperlihatkan keterikatan ontologisnya terhadap corak/ujud benteng alam. Ini diperlihatkan oleh banten sebagai “pusat pemukiman”, pada awalnya masih berkembang mengikuti jalur-jalur sumber air, yakni sungai cibanten sedangkan pada masa berikutnya, banten berkembang “mendekati” bentuk sumber air lainnya, yakni laut, yang dalam hal ini ialah teluk banten.
Abad XVI - XVII
Kawasan Banten Girang
Sejak abad ix, banten girang sudah berfungsi sebagai ibu kota kadipaten yang berada di bawah kekuasaan kerajaan pajajaran, dengan kota pakuan sebagai ibu kotanya (? Daerah bogor sekarang). Banten berfungsi sebagai salah satu pelabuhan besar kerajaan pajajaran yang ramai dikunjungi para pedagang asing.
Pada awal abad xvi yang berkuasa di banten girang adalah prabu pucuk umum. Agama yang dianut raja dan rakyat pajajaran adalah agama hindu-budha (h. Michrob & a.m. chudari, 1989;12). Mata pencaharian di banten girang pada umumnya bertani dan berkebun, dengan lada sebagai hasil utama.
Level wilayah dan kota (regional & urban)
Daerah odel pada mulanya merupakan daerah genangan air limpahan banjir, yang kemudian mengalami pengendapan lempung hitam dan menjadi kering, kemudian baru muncul pemukiman. Selain itu daerah ini dipengaruhi oleh perubahan pantai dan pembentukan aliran sungai yang terutama disebabkan oleh besarnya sungai yang bermuara di utara (indraningsih, 1986; 239-240)
Penemuan-penemuan di daerah odel berupa peninggalan prasejarah dan keramik dari abad ix-x menunjukkan bahwa daerah banten telah lama dihuni terutama di sepanjang sungai cibanten yang menerobos kampung odel.
Keberadaan pemukiman di tepi sungai erat kaitannya dengan fungsi sungai sebagai jalur transportasi utama yang menghubungkan pelabuhan (dan pasar) banten dengan banten girang. Dengan demikian, permukiman pada massa itu berpola pemukiman linier.
Level elemen primer kota
Elemen primer kota yang dominan pada periode ini adalah pelabuhan dan pasar banten yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, dan sungai cibanten sebagai elemen primer transportasi.
Abad XIX
Kawasan Kota Serang
Pada tahun 1808 keraton dihancurkan belanda, pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan ke keraton kaibon. Tahun 1816 kekuasaan kerajaan dihapuskan oleh belanda dan diganti dengan sarana pemerintahan belanda (keresidenan) bertempat di keraton kaibon, tetapi hal ini tidak berlangsung lama, pada tahun 1828 domain politik ini dipindahkan ke sebelah selatan dan kemudian membangun kota serang (serang=sawah, bahasa sunda), dimana daerah kota serang ini dulunya merupakan persawahan/daerah pertanian yang subur. Hal ini berkaitan erat dengan semakin melemahnya domain ekonomi di banten (pelabuhan dan pasar karangantu).
Akibat memburuknya perekonomian dan kondisi politik (terjadinya pemberontakan), makin banyak penduduk yang meninggalkan banten. Kota banten hancur. Kini banten secara administratif berstatus sebagai sebuah desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kami menunggu partisipasi pemikiran anda.. silakan