Kami adalah

Selasa, 19 Juli 2011

Suka Duka ‘Berburu’ Naskah (Islam Klasik) di Banten dan Beberapa Negara di Timur Tengah dan Eropa (Bagian 1/3)

Oleh: Mufti Ali, PhD

Pemilik, penyimpan, dan penjaga naskah (Islam) klasik memiliki sikap yang beragam ketika berhadapan dengan peneliti yang hendak memanfaatkan naskah tersebut untuk keperluan penelitian ilmiah. Sebagian kooperatif, yang lain investigatif, sisanya bervariasi antara investigatif, kooperatif dan bahkan negatif.

Naskah sebagai sumber informasi yang punya nilai jual pun mendapatkan ‘perlakuan’ beragam dari para penyimpan dan pemiliknya. Di Timur Tengah, berbagai proyek katalogisasi, edisi dan publikasi naskah dilaksanakan. Bahkan di Irak dan Mesir sudah dilakukan digitalisasi semua naskah Islam klasik. Ribuan koleksi naskah yang disimpan di Perpustakaan al-Azhar dapat dinikmati secara gratis dengan membuka website www.alazharonline.org, dan men-download naskah yang diinginkan. Cakram Digital (CD) koleksi ribuan naskah di berbagai perpustakaan di Libanon dan Irak dapat dibeli dengan harga murah di beberapa kota di Timur Tengah. Di Eropa, naskah Islam Klasik merupakan komoditas dagang yang punya nilai jual tinggi. Setiap lembar naskah memiliki harga copy dan reproduksi yang ditetapkan. Peminat naskah harus membayar sejumlah uang sebelum memiliki copy dan menikmati isi naskah. Di Banten, kesulitan akses kepada naskah Islam (klasik) yang belum dikatalogkan, bukan karena nilai komoditas (dagangnya) yang punya nilai jual tak terjangkau peneliti, tetapi karena sikap mistik pemilik/pewaris yang meng’keramat’kan naskah yang disimpannya.

Kesan dan pengalaman penulis (red. Mufti Ali) ‘berburu’ naskah yang disimpan di Perpustakaan al-Azhar Cairo (Mesir), Perpustakaan Nasional al-Asad Damaskus, koleksi (alm.) Mustafa al-Naji di Rabat Maroko, Perpustakaan Nasional di Berlin (Jerman), Perpustakaan Chester Beatty Dublin Irlandia, dan naskah yang disimpan sebagai koleksi pribadi ahli waris naskah di beberapa tempat di Banten, dituangkan dalam tiga bagian tulisan: Pertama, di Timur Tengah (2002-2004); Kedua di Eropa (2003-2005), Ketiga di Banten (2000-2001, 2006-).

Sikap Pemilik, penyimpan dan penjaga naskah Islam Klasik di Timur Tengah

Ketika penulis menyampaikan kehendaknya untuk mendapatkan sejumlah copy naskah yang relevan dijadikan sumber primer penelitian bidang sejarah oposisi terhadap logika dan teologi Yunani kepada para pemilik (naskah) dan staf beberapa perpustakaan di Timur Tengah, secara umum ia dihadapkan dengan sikap kooperatif pemilik, penyimpan dan penjaga naskah Islam Klasik di Timur Tengah. Naskah aslinya bisa dibaca, disalin dan atau di-foto copy. Reproduksinya yang berbentuk microfilm atau micro fiche(s) mudah didapat.

Penghormatan pemilik, penyimpan dan penjaga naskah terhadap ulama penulis naskah tersebut mereka wujudkan dalam bentuk sikap keterbukaan mereka dengan mempersilahkan setiap peneliti untuk mengulas isi, mengedit teks serta mempublikasikannya, sehingga memungkinkan teks naskah tersebut dibaca oleh berbagai kalangan baik untuk kepentingan ilmu, maupun untuk tujuan penyebaran ajaran agama bergantung minat, tujuan dan kecenderungan pembacanya.
Naskah Kairo

Setelah korespondensi dilakukan lewat telepon, surat resmi dilayangkan dan izin resmi untuk mengakses naskah didapat, penulis mendapatkan kesempatan untuk ‘menikmati’ satu naskah unik dari perpustakaan al-Azhar Kairo Mesir. Naskah yang ditulis lima abad yang lalu, dengan bantuan lensa pembesar dan lampu penerang, bisa penulis baca isinya, dapat dianalisa struktur argumen yang dipaparkan didalamnya, serta memungkinan direka-reka tanggal dan tahun penulisannya, disamping dipahami kontek penulisannya. Setiap coretan dalam naskah baik oleh penulis aslinya ataupun oleh penyalin (copier)-nya memaparkan narasi sejarah berharga tentang teks, geneologi, penyebaran dan para pembacanya.

Membaca naskah asli Islam klasik dan naskah yang sudah diedit dan dipublikasi memiliki nuansa ‘filologis dan spiritual’ berbeda. Dialog dengan penulis naskah menjadi intens. Jiwa zaman penulis naskah lebih bisa dipahami oleh pembaca teks naskah, karena guratan tinta, jenis kertas, serta berbagai coretan tangan penulis dan penyalinnya memperkaya nuansa ‘sakral’ teks.

Rasa lelah karena membaca dan meneliti teks naskah sirna begitu data-data baru ditemukan dan sejumlah istilah teknis, nama tokoh dan informasi lainnya bisa diidentifikasi. Biaya yang dihabiskan untuk melacak keberadaan naskah dan mengaksesnya terlupakan begitu teori yang hendak dibangun dalam disertasi penulis telah mendapatkan data pendukung yang tangguh dan tak terbantahkan. Kegelapan dalam lembar sejarah oposisi ulama Islam klasik terhadap Teologi dan Logika Yunani mulai tersingkap. Setelah menuliskan data yang digali dari naskah ini, penulis tak lupa dalam catatan kaki mengucapkan ungkapan hutang budi kepada penjaga naskah serta pihak-pihak yang telah membantu penulis sehingga bisa akses kepada naskah tersebut.
Naskah Damaskus

Sambutan ‘hangat’ penulis dapatkan begitu tiba di Perpustakaan Nasional al-Asad Damaskus (April 2004). Sejumlah penjaga Perpustakaan antusias membantu penulis mengakses dengan nyaman satu naskah unik karya al-Harawi, ulama terkenal dari kota Herat (Afganistan) yang wafat tahun 481/1088 dan tiga naskah unik karya pembaharu Islam abad ke-14 dari Damaskus, Ibn Taymiyya (w. 729/1329) serta satu naskah karya anak Imam AÎmad b. Íanbal, Abdullah (w. 290/903). Satu ungkapan mereka yang mengesankan penulis, adalah bahwa alasan mereka memberikan ‘pelayanan filologis’ yang memuaskan bagi para peneliti adalah khidmat mereka kepada para pencari ilmu.

Sejumlah amplop berisi micro fiche naskah diserahkan dan kunci kamar kerja untuk membaca naskah diberikan. Sejumlah staf dengan sigap melayani dan memfasilitasi agar naskah bisa dibaca dengan enak. Setengah bulan waktu yang diprogramkan untuk membaca naskah berlalu dengan cepat. Sementara untuk memahami semua informasi filologis dan historis yang dikandung teks naskah membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Surat permohonan untuk mendapatkan copy naskah dilayangkan kepada Kepala Kurator Naskah. Mungkin karena khidmat mereka terhadap pencari ilmu dan barangkali karena open mindedness, lima copy naskah pun bisa penulis boyong ke Leiden untuk diteliti isi dan dimaknai seluruh informasi tersurat dan tersirat yang dikandungnya. Hanya rangkaian ucapan terima kasih yang bisa penulis khidmatkan dalam catatan kaki disertasi penulis.

Karena barangkali naskah-oriented, ketika mengunjungi Aleppo, provinsi sebelah utara Suriah yang berbatasan dengan Turki, penulis dijambangi seorang Suku Kurdi yang mengajak penulis untuk melihat nasib minoritas suku Kurdi yang tinggal di Suriah dan kemudian menawarkan diri untuk memperlihatkan naskah-naskah yang disimpannya untuk penulis baca. Cerita heroik Salah al-Din al-Ayubi al-Kurdi dipaparkan, kebanggaan akan leluhurnya dinarasikan. Naskah-naskah yang merekam informasi itu mereka perlihatkan dan mempersilahkan penulis untuk menyalinnya.

Naskah Rabat (Maroko)

Naskah karya Jalal al-Din al-Suyuti (w. 909/1505) yang merekam oposisi ulama Islam klasik terhadap logika dan Filsafat Yunani hanya bisa ditemukan di dua tempat di Dunia: Pertama, di Rabat Maroko, kedua di Heyderabad (Negara Bagian Andra Pradesh, India). Naskah yang disimpan di Rabat Maroko, seperti dituturkan oleh pemilik sekaligus penyalinnya, (alm.) Mustafa al-Naji, sudah rusak dan banyak bagian-bagian naskah yang tidak bisa dibaca. Andaikata al-Naji, salah seorang pustakawan di Perpustakaan Rabat Maroko, karena satu dan lain alasan, tidak bersedia menyalin naskah ini, para peneliti karya dan biografi al-Suyuti harus merogoh kocek lebih dalam agar bisa ’terbang’ ke Heyderabad, Dekan di India Selatan yang suhunya ‘menyengat’ itu.

Seperti dipaparkan Prof. Dr. P.Sj. van Koningsveld, sahabat dekat Mustafa al-Naji, kepada penulis, naskah ini disalin dengan senang hati oleh al-Naji, karena kekhawatirannya akan kondisi naskah yang makin lapuk karena cuaca dan tempat preservasi yang kurang memadai. Foto copy dari satu naskah karya al-SuyÙÔi sebanyak 18 halaman cetak ini sudah tersebar di beberapa pencinta naskah di Leiden dan Indonesia. Isi dan informasi (sejarah) yang dikandungnya pun sudah diteliti dan dipublikasi di Jurnal Internasional di Belanda. Semoga Allah merahmati Almarhum Mustafa al-Naji, yang meninggal beberapa bulan setelah menyalin naskah ini (bersambung).

Oleh: Mufti Ali, PhD

Sejumlah faktor bisa diidentifikasi telah meningkatkan nilai jual naskah Islam klasik di Eropa. Banyaknya yang mempelajari Islam (Baca: orientalisme) di sejumlah perguruan tinggi di Eropa yang sudah berlangsung lebih dari 200 tahun sebagai komunitas yang memanfaatkan Naskah Islam klasik sebagai data sejarah yang berharga. Tingginya minat para Orientalis dan murid-muridnya ini kepada naskah disebabkan oleh masih rendahnya prosentase naskah yang diedit dan dipublikasi. Hanya 7 % dari 2 juta naskah Islam klasik dalam bahasa Arab maupun Persia yang terdapat di Timur Tengah, Turki, India, dan di beberapa negara Eropa yang sudah diedit dan dipublikasikan. 93 % sisanya masih menumpuk di rak-rak penyimpanan naskah.

Sikap Pemilik, penyimpan dan penjaga naskah Islam Klasik di Eropa

Sebagai komoditas yang punya nilai jual tinggi, naskah Arab Islam klasik sampai saat ini diperjualbelikan. Sejumlah individu mengkoleksi naskah untuk dijual ulang dengan harga yang jauh lebih tinggi. Untuk mengiklankan naskah tersebut, sejumlah toko buku antik menyusun secara khusus katalog naskah Arab klasik yang mereka miliki untuk kepentingan dagang dan mereka tawarkan ke (berbagai individu) dan universitas di dunia yang concern dalam penelitian (studi) Islam. Puluhan Ribu bahkan juta-an Euro uang ditransfer dari beberapa perpustakaan di beberapa negeri Teluk, seperti Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab yang kaya minyak, ke beberapa Toko Buku Antik yang menjual naskah-naskah Islam klasik di Belanda.

Maka tidak aneh bila berbagai naskah Arab Islam klasik yang unik dan sangat tua, berpindah tangan dari satu kolektor kepada kolektor lain. Seorang orientalis yang penulis kenal baik, memperlihatkan koleksi 300 lebih naskah Islam klasik yang belum diedit dan dipublikasikan. Bahkan beberapa perpustakaan universitas di Eropa, memiliki staff (ahli) yang khusus menangani akuisisi naskah Islam klasik.

Karena concern terhadap naskah yang sedemikian tinggi tersebut maka wajar sejumlah perpustakaan dan Museum di Eropa memiliki koleksi naskah yang sangat kaya. Perpustakaan Universitas Leiden saja memiliki lebih dari 50 ribu koleksi naskah Islam klasik yang diakuisisi dalam jangka waktu lebih dari 400 tahun. Perpustakaan Nasional Jerman di Berlin menyimpan lebih dari 80 ribu naskah Islam klasik. Puluhan ribu naskah Islam klasik lainnya disimpan di beberapa perpustakaan di Prancis, Rusia, Spanyol, Italia, dll. Karena ‘kekayaan’ ini, ribuan peneliti (sejarah) Islam datang dari berbagai negara ke Eropa untuk membaca dan meneliti serta memiliki reproduksi naskah.

Naskah Dublin (Irlandia) dan Berlin (Jerman)

Pelayanan berbagai perpustakaan yang menyimpan naskah Islam Klasik di Eropa seperti pelayanan publik umumnya. Kepuasan pengguna (customer), peneliti dan pembaca naskah dikedepankan. Hanya saja, servis itu tidak gratis, lebih-lebih bila kita hendak memiliki hasil reproduksi naskah tersebut, foto-copy, micro film atau micro fiche.

Setelah penulis memastikan bahwa dua naskah yang menjelaskan riwayat hidup al-Suyuti, Bahjat al-ÝAbidin bi Tarjamat Jalal al-Din karya Abd al-Qadir al-Shadhili, dan Tarjamat al-Suyuti karya al-Dawudi al-Maliki, masing-masing disimpan di Perpustakaan Chester Beatty Library Dublin (Irlandia) dan di Staatsbibliothek di Berlin, penulis menelepon dan melayangkan surat berisi permohonan mendapatkan reproduksi dua naskah tersebut dan makna pentingnya dua naskah tersebut bagi penelitian disertasi penulis. Dua minggu setelah mengirimkan uang pembayaran, penulis mendapatkan foto copy dan micro film kedua naskah tersebut.

Sikap terhadap naskah yang dikoleksi untuk kepentingan penelitian atau untuk dijual ke individu dan perustakaanpun relatif sama dikarenakan oleh pemahaman bahwa keunikan dan ke-antikan sebuah naskah. Bagi para kolektor dengan motivasi dagang, naskah yang antik dan unik adalah investasi finansial. Bagi para peneliti dengan motivasi ilmiah, naskah tersebut merupakan investasi akademis. Bila si peneliti tersebut, meneliti kandungannya, mengedit dan mempublikasikan atas namanya, ia akan dirujuk dan dijadikan otoritas dalam bidang keilmuan yang ditelitinya. Karena dua alasan tadi naskah Arab Islam klasik terus ‘diburu’ baik oleh para kolektor/pedagang naskah maupun oleh para orientalis peneliti naskah.

Ketika penulis mendapatkan micro film naskah unik yang berisi riwayat hidup al-Suyuti dari Chester Beatty Library (Dublin), staff penjaga bagian Koleksi Naskah Timur Perpustakaan Universitas Leiden meminta micro film tersebut untuk dimasukan dalam koleksi naskah Timur di universitas tersebut. Sehingga ketika peneliti (naskah), membutuhkan naskah karya tersebut, ia akan datang ke Belanda.

Permintaan yang tinggi akan (copy) ribuan naskah Islam klasik yang disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden misalnya terlihat jelas dengan selalu ramainya ruang baca naskah di bagian Koleksi Naskah Timur dan banyaknya formulir permohonan naskah yang diisi oleh individu maupun lembaga dari seluruh dunia, tak terkecuali dari Indonesia.

Peneliti (sejarah) Indonesia yang datang dari Australia harus terbang 22 jam dari Australia ke Belanda menyeberangi Indonesia untuk meneliti naskah-naskah (Islam klasik) yang disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden. Pada medio Agustus 2004, misalnya, seorang ahli naskah dari Buton, secara resmi, menyampaikan permohonan pemerintah daerah Buton untuk mendapatkan reproduksi naskah Buton yang terdiri dari ribuan halaman dari Universitas Leiden. Ribuan dollar Australia dihabiskan untuk biaya hidup di Belanda demi ‘menikmati’ naskah (Islam klasik) yang disimpan diperpustakaan tersebut. Puluhan juta rupiah ditransfer dari APBD daerah Buton ke rekening Universitas Leiden demi mendapatkan foto copy dari seluruh naskah (sejarah) Kesultanan Buton.

Koleksi Naskah sebagai Investasi Ilmu

Investasi (ilmiah) mengkoleksi naskah yang dilakukan secara generasional sejak 400 tahun yang lalu, membangun perpustakaan-perpustakaan dengan sistem manajemen informasi canggih, dan political will pemerintahnya yang ingin mempertahankan brand negerinya sebagai land van kennis (negeri ilmu pengetahuan) membuat hasil-hasil penelitian ilmiah warga negara Belanda di perhitungkan di forum-forum ilmiah dunia. Dengan penduduk (asli) kurang dari 15 juta, sudah 3 nobel bidang ilmu pengetahuan disabet oleh mereka. Untuk studi (sejarah) Asia saja, Belanda memiliki 1000 sumber daya manusia yang berprofesi sebagai ilmuwan, pustakawan, arsifis, dan keahlian pendukung lainnya. Studi tentang China (Sinologi), tentang Jepang (Japanologi) tak terkecuali tentang Jawa (Javanologi) dan Islam (Islamologi) memiliki tradisi yang sangat kuat di sana, karena didukung oleh koleksi perpustakaan yang handal dan kepakaran para sarjana yang ahli di bidangnya untuk studi-studi tersebut. Maka tak heran bila banyak pakar yang mengidentikkan keberhasilan Belanda melestarikan kurun penjajahannya selama 350 tahun lebih di Indonesia dengan pemahaman mereka akan adat istiadat penduduk Hindia Belanda yaitu pemahaman yang dirajut oleh studi-studi tersebut. Hal ini tentu saja karena lengkapnya koleksi buku dan naskah ilmiahnya.

Seorang Snouck Hurgronje (w. 1936), doktor bidang Teologi Universitas Leiden, dengan pemahaman akan literatur Islam klasik-nya mampu meredam berbagai gejolak politik anak negeri Hindia Belanda dengan konsep Islam minus Politiknya. Ia identifikasi isi sejumlah literatur yang digunakan diberbagai lembaga pendidikan tradisional Islam. Ia teliti efek (sosial politik) yang ditimbul kepada pembacanya. Pemberontakan Umat Islam diberbagai tempat di Hindia Belanda, diduga, implikasi dari bacaan fanatik atas teks-teks Islam klasik. Keberhasilannya dalam ‘menaklukan’ anak negeri Hindia Belanda, diakui oleh para Orientalis lainnya di seluruh Dunia, karena pemahamannya yang mendalam akan berbagai isi naskah Islam klasik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kami menunggu partisipasi pemikiran anda.. silakan