Kami adalah

Selasa, 19 Juli 2011

BANTEN DARUSSALAM: Persfektif Sejarah

Oleh: Prof. Dr. H.M.A. Tihami, M.A.


Pendahuluan

Darussalam, kata Qur’an (6:127;10:25) adalah (nama) Surga untuk perkampungan orang-orang sholeh. Istilah ini kemudian menjadi simbol bagi suatu negeri yang secara ideal memiliki kehidupan yang damai, mungkin istilah indonesianya ialah masyarakat (negeri) yang adil dan makmur. Cita-cita dan semangat membangun negeri yang adil dan makmur (Darussalam) merupakan cita-cita universal bagi manusia suatu negeri.

Banten yang masyarakatnya telah ada sejak jaman prasejarah (±10.000 – 5000 tahun yang lalu), mengalami perkembangan sejarah yang panjang. Terjadi perkembangan sejarah berikutnya, terbentuknya kesultanan Banten. Untuk apa kesultanan Banten ini dibentuk, secara umum tentu untuk kesejahteraan masyarakatnya. Karena itu yang dibangun oleh kesultanan adalah aspek-aspek yang termasuk dalam elemen kesejahteraan masyarakatnya, artinya men-darussalam-kan masyarakatnya.


Makna Kesultanan Banten

Terbentuknya kesultanan Banten merupakan proses klimaks penyebaran Islam secara politis, sebagai bagian dari penyebaran agama Islam di Nusantara. Karena itu, sudah bisa diduga bahwa berdirinya kesultanan Banten adalah berdirinya kerajaan Islam. Sebagai kerajaan Islam, tatanan politik dan kemasyarakatan tentu dibangun atas landasan ajaran Islam. Tetapi karena baru pada tahapan penyebaran Islam; apalagi corak penyebarannya dominan mistis, tentu identifikasi kerajaan Islam penuh adalah belum mungkin.

Kalau boleh dikatakan, kesultanan Banten merupakan awal-awal penyebaran Islam lewat jalur kekuasaan, maka sebagai suatu proses, idealnya adalah masyarakat yang adil dan makmur (Darusssalam) masih dalam tahapan pembentukan. Tahapan ini terus berlanjut dilakukan oleh sultan demi sultan berikutnya. Gambaran masyarakat Islam, yang kehidupannya dinikmati pula oleh orang-orang bukan Islam, terdapat dalam kekuasaan sultan demi sultan yang tentu saja ada pasang surutnya.


Periodisasi Sejarah Banten

Jika kita menentukan tolok batas (titi mangsa) sejarah Banten dari masa kesultanan sebagai masa penyebaran Islam maka perhitungannya bermula dari kekuasaan sultan-sultan dan kekuasaan-kekuasaan sesudahnya, yang tergambar sebagai berikut:

Periode Kesultanan

Periode ini meliputi kekuasaan sultan-sultan sebagai berikut:

Maulana Hasanuddin
Panembahan Surosowan (1552 – 1570)
Maulana Yusuf
Panembahan Pakalangan Gede (1570 – 1580)
Maulana Muhammad
Pangeran Ratu Ing Banten (1580 – 1596)
Sultan Abul Mafakhir Mahmud ‘Abdul Kadir Kenari (1596 – 1651)
Abdul Fath’ Abdul Fattah
Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1672)

Di jaman kesultanan ini Banten berada pada masa keemasannya baik pada bidang politik, ekonomi dan sosial. Tanda-tanda kemajuannya diperlihatkan melalui hubungan diplomatik dengan kerajaan Inggris pada tahun 1681, dengan pengiriman duta/diplomat, Maya Wirapraya dan Jaya Sedana.

Sultan ‘Abun Nasr ‘Abdul Kahhar
Sultan Haji (1672 – 1687)

Kemajuan-kemjuan tersebut kemudian diusik oleh kompeni yang bernafsu mencaplok dan menjajah Banten sebagaimana wilayah-wilayah lainnya di nusantara. Dengan kelicikan kompeni Belanda menggunakan cara-cara adu domba, penghancuran moral, blokade perdagangan, dan kekuatan militer, Banten akhirnya dapat dilumpuhkan untuk pertama kalinya dengan membonekakan Sultan Haji pada tahun 1684. Lumpuhnya kesultanan Banten menandai pula fase kemunduran, untuk seterusnya sampai pada fase kehancuran pada tahun 1808, yang menandai masa penjajahan Belanda.

Sultan Abdulfadhl (1687 – 1690)
Sultan Abul Mahasin Zainul ‘Abidin (1690 – 1733)
Sultan Muhammad Syifa’ Zainul ‘Arifin (1733 – 1750)
Sultan Syarifuddin Ratu Wakil (1750 – 1752)
Sultan Muhammad Wasi’ Zainul ‘Alimin (1752 – 1753)
Sultan Muhammad ‘Arif Zainul Asyikin (1753 – 1773)
Sultan ‘Abdul Mafakhir Muhammad Aliyuddin (1773 – 1799)
Sultan Muhyiddin Zainussholihin (1799 – 1801)
Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801 – 1802)
Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802 – 1803)
Sultan Agiludin (Aliyuddin II) (1803 – 1808)

Pada masa ini kekuasaan sultan sudah sama sekali tidak berpengaruh secara politis, ekonomi maupun sosial. Demikian pula pada periode-periode selanjutnya. Tetapi bagi rakyat Banten tidak serta merta lumpuhnya masa kesultanan itu berarti pula lumpuhnya hasrat untuk meninggikan agama Islam sebagai kekuatan dalam pembentukan Darussalam.

Sultan Wakil Pangeran Suramanggala (1808 – 1809)
Sultan Muhammad Syafiuddin (1809 – 1813)
Sultan Muhammad Rafiuddin (1813 – 1820)

Periode Karesidenan

Hancurnya kesultanan Banten secara poltis oleh kejahatan penjajah Belanda ditandai dengan perubahan struktur Banten dari kesultanan yang berdaulat menjadi sebuah Karesidenan yang merupakan bagian dari negeri jajahan Belanda (Hindia Belanda). Masa ini terjadi sejak Deandels menyerang dan membakar habis keraton Surosowan pada tahun 1809. Sultan Muhammad Syafiuddin ditangkap dan dibuang ke Ambon sedangkan patihnya dihukum pancung. Penyerbuan Belanda terhadap keraton Surosowan memakan waktu lama sampai tahun 1832; gedung-gedung dihancurkan, lantai ubinnya dipindahkan ke gedung pemerintahan Belanda di Serang.

Kondisi seperti itu masih tetap berlangsung pada waktu penjajahan Jepang tahun 1942. Jepang masuk Banten pada tanggal 1 Maret 1942 di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, yang mendarat di teluk Banten, di dekat Merak dan Bojonegara.

Secara administratif Banten tetap berbentuk seperti Karesidenan menurut struktur dan sistem pemerintahan Jepang. Ini berarti suasana Darussalam di Banten, dalam bentuk Karesidenan sekalipun, kembali terusik dan memerlukan perjuangan.

Pada tahun 1945, Jepang kalah perang oleh sekutu yang secara otomatis lumpuh pula kekuatannya di Indonesia. Pada kesempatan itulah bangsa Indonesia meproklamasikan kemerdekaannya, meskipun kemudian Belanda datang kembali untuk menjajah negeri ini. Pada saat itu mereka mendapat perlawanan gigih yang, paling tidak dari barisan militer atau barisan terdidik kemiliteran Jepang. Salah satu perlawanan itu ialah memperkuat pemerintahan darurat di tahun 1949. Pada saat itulah para kiyai mengambil bagian untuk mengisi kekosongan jabatan pemerintahan dan militer. Di Banten tercatat, K.H. Tb. Ahmad Khotib sebagai Residen Banten, K.H. Syam’un sebagai Panglima Divisi Seribu merangkap Bupati Serang, H. Tb. Abdul Halim sebagai Bupati Pandeglang, dan K. Hasan sebagai Bupati Lebak.

Puncak krisis pernah terjadi pada masa pemerintahan darurat itu, ketika hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah nyaris terputus terutama dalam lalu lintas keuangan, karesidenan Banten pernah mencetak uang sendiri sebagai alat tukar pembayaran yang memang langka, yaitu ORIDAB (Oeang Repoeblik Indonesia Daerah Banten). Pada waktu itu tidak terpikir karena memang tidak ada dalam pikiran orang Banten, untuk memisahkan diri dari negara Indonesia, padahal kesempatannya sangat mungkin. Ini menunjukkan komitmen yang kuat bagi orang Banten untuk mempertahankan atau menjaga keutuhan negara kesatuan Indonesia.

Periode Propinsi

Pulihnya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia menandai era baru yaitu pembangunan bangsa dan negara. Masa ini berlangsung bersama-sama dengan irama politik nasional yang disebut masa orde lama dan masa orde baru. Di kedua masa ini perjuangan Propinsi Banten telah dilakukan sejak tahun 1953 dan tahun 1963, yang berlanjut pada tahun 1966 – 1967 - 1970. Karena itu pembentukan propinsi Banten mengalami periodisasi perjuangan sebagai berikut:

Prakarsa tahun 1953

Pada tahun ini keinginan Banten menjadi propinsi sudah muncul dan dilakukan yang berkenaan dengan terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Tetapi karena sebab yang tidak jelas (sulit menemukan data) keingina tersebut tidak terkabul.

Perjuangan tahun 1963 - 1970

Pada tahun 1963 dibentuklah Panitia Pembentukan Propinsi Banten yang diketuai oleh Gogo Sandjadirdja. Tetapi perjuangan itu gagal dan berlanjut pada tahun-tahun berikutnya sampai terjadinya pergantian kekuasaan dari orde lama ke orde baru. Pada tahun 1967 perjuangan pembentukan propinsi Banten dilanjutkan kembali, bahkan pada tahun itu mendapat tantangan dari pihak Propinsi Jawa Barat. Tantangan itu mungkin karena ada prasangka politis atau karena ada prasangka lain. Walaupun demikian rencana pembentukan propinsi Banten sebetulnya sudah sampai pada tingkat legislasi yang ditandai dengan hak usul inisiatif oleh anggota DPRGR pada tanggal 24 Agustus 1970, bahkan RUU Propinsi Banten telah dikonsepkan oleh pengusul tersebut.

Perjuangan tahun 1998 - 2000

Ditandai dengan suasana reformasi di republik ini, maka masyarakat Banten tergugah kembali untuk menjadikan karesidenan Banten ini menjadi sebuah Propinsi. Keinginan ini ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang berjuang bersama-sama membentuk propinsi Banten. Kelompok-kelompok itu antara lain Komite Pembentukan Propinsi Banten (KPPB), Kelompok Kerja Pembentukan Propinsi Banten (Pokja PBB), dan kelompok-kelompok lain termasuk Badan Koordinasi Pembentukan Propinsi Banten (Bakor PBB). Akhirnya dengan perjuangan panjang dan melelahkan pada bulan Oktober 2000 Undang-undang No. 23 tahun 2000 ditetapkan yang menandai terbentuknya Propinsi Banten.

Propinsi Banten dan Banten Darussalam

Ada hubungan yang bisa ditarik antara jiwa Pembentukan Propinsi Banten dengan Darussalam sebagai cita-cita idealnya. Hubungan itu dapat dilihat dari aspek-aspek sebagai berikut:

Latar Belakang Pendirian Propinsi Banten

Ada citra yang disadari oleh orang Banten sendiri, bahwa mereka merasa tertinggal, merasa miskin, dan merasa terbelakang dibanding dengan orang-orang lain. Penyebab yang dicurigakan adalah karena kurang ada jangkauan urus oleh propinsi Jawa Barat. Karena itu ketertinggalan yang dirasakan hanya mungkin bisa diatasi lewat terbentuknya Banten sebagai propinsi. Kalau begitu, Propinsi Banten didirikan adalah untuk menjamin kesejahteraan masyarakat, lepas dari ketertinggalan tersebut. Kesejahteraan, terbebas dari ketertinggalan, keterbelakangan, dan kemiskinan, adalah sinonim dengan al-Salam. Banten yang sejahtera sebagai kesatuan politis sebuah wilayah (propinsi) adalah Banten (yang/sebagai) Darussalam. Dengan demikian, Darussalam identik dengan latar belakang berdirinya Propinsi Banten.

Proses Perjuangan Propinsi Banten

Dalam proses perjuangan membentuk Propinsi Banten selalu mendasarkan diri pada harapan akan pertolongan Allah SWT. Tema-tema dan slogan-slogan yang muncul amat kental dengan pesan-pesan agama. Misalnya, firman Allah yang biasa dirujuk dalam pidato-pidato dan orasi-orasi perjuangan propinsi Banten ialah tentang nasib suatu bangsa (kaum) yang maju mundurnya ditentukan oleh bangsa (kaum) itu sendiri,yang dalam hal ini kaum masyarakat Banten.

Atas dasar pesan-pesan itu, berarti motivasi religious memang kental di dalamnya. Jika kemudian pengisiannya dengan muatan-muatan religious, yang dalam hal ini Banten Darussalam adalah bukan suatu kebetulan, dan bukan pula suatu alternatif, melainkan suatu keniscayaan, kalau tidak ingin dikatakan munafik atas makna perjuangannya.

Mukadimah-mukadimah Pembentukan Propinsi Banten

Mukadimah-mukadimah atau premis-premis pembentukan propinsi Banten, seluruhnya Islami. Dari peran strategis ulama (kiyai), santri dan dukungan-dukungan pihak-pihak lain, seluruhnya berintikan Islam.

Secara ril misalnya, dari konsep, tuntutan dan prosedur pembentukan propinsi Banten ini menempuh jalur hukum yang benar. Demikian pula sarat dengan silaturahim. Mukadimah-mukadimah yang baik ini memang cocok jika natijah-nya (konklusinya) Banten Darussalam. Tetapi Mukadimah-mukadimah ini sama sekali tidak boleh tercemar oleh kepalsuan, kemunafikan dan penghianatan, misalnya suap (money politic) dalam proses apapun, sebab jika itu terjadi sama artinya dengan makar pada konklusi Banten propinsi ini yang menghendaki kesejahteraan dunia-akherat (Darussalam).

Penutup

Boleh dibilang ideal, tetapi memang nyata, Darussalam adalah dasar dan sekaligus tujuan ideal propinsi Banten. Karena dasar sebagai titik berangkat (start) dan tujuan sebagai titik harapan (goal) itu Daar al-Salam (negeri/daerah aman, tenteram, adil, makmur, dan sholeh), maka muatan yang niscaya adalah cara hidup Islam dalam tataran kultural, atau dalam tataran politis disebut Syari’at Islam.

Serang, 8 September 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kami menunggu partisipasi pemikiran anda.. silakan