Oleh: Mufti Ali, PhD
Sebelum ‘berburu’ naskah Islam klasik ke India, penulis berusaha mencari bekal informasi (sejarah dan kebudayaan) India secukupnya dengan mencoba menghadiri satu sesi mata kuliah Sejarah dan Kebudayaan India (klasik dan kontemporer). Meskipun 3 dari 4 topik yang disampaikan dosen memuat informasi cliché, penulis merasa ‘bebenangan’ dengan 1 topik terakhirnya. Tiga topik cliché itu adalah calling cards orang India: Pertama, topik tentang film (Bollywood) dan Raj Kapoor (w. 1988) yang tenar di Timur Tengah, Rusia, Cina dan Indonesia. Kedua, topik tentang Taj Mahal, salah satu bangunan terindah di Dunia yang dibangun oleh Kaisar Mughal, Shah Zehan untuk mengenang istri tercintanya, Mumtaz Mahal (w. 1631) dengan mempekerjakan 20.000 orang setiap hari selama 22 tahun. Dan ketiga, topik yang mendiskusikan tokoh politik dan spiritual legendaris yang mempelopori pergerakan non kooperatif menentang penjajahan Inggris dengan tanpa kekerasan (ahimsa), Mohandas Karamchand Gandhi (w. 1948). Topik keempat tentang naskah Islam klasik di India.
Topik keempatlah yang menguras perhatian penulis terutama dalam dua hal: pertama, bahwa ternyata di sejumlah perpustakaan yang terletak di berbagai negara bagian di India tersimpan lebih dari 100 ribu naskah Arab Islam klasik. Jumlah itu tidak termasuk naskah Arab Islam klasik yang disimpan sebagai koleksi pribadi ribuan individu di India. Kedua, sebagian (besar) koleksi naskah Islam klasik yang disimpan di beberapa perpustakaan di Eropa dan Amerika ternyata ‘diboyong’ dari India. Manuskrip Islam klasik yang disimpan di the British Museum Library, London, misalnya, sebagian besar berasal dari India. Begitu juga naskah-naskah Islam klasik dalam bahasa Persia yang disimpan di Bibliothéque Nationale Perancis yang juga ‘diangkut’ dari India. Dilaporkan sebanyak 750 volum manuskrip Shiah Isma’iliah yang berasal dari India diangkut ke Lembaga Penelitian Ismailiah (the Institute of Ismaili Studies) di Kanada pada tahun 1997. Wajar kalau seorang penyair filosuf Sufi India, Muhammad Iqbal (w. 1938) pernah mengungkapkan rasa sedihnya: “Those pearls of wisdom, books of our race # Seeing them overseas makes my heart ache” Mutiara-mutiara kearifan milik kita # hatiku pedih melihat mutiara-mutiara itu diangkut ke luar negeri.
Mengapa Banyak Naskah Islam Klasik di India?
Menjawab pertanyaan mengapa banyak naskah Islam klasik di India padahal mayoritas penduduknya beragama hindu sama seperti menjawab pertanyaan mengapa banyak candi di Indonesia padahal mayoritas penduduknya Muslim. Untuk konteks Indonesia, jawabannya adalah karena dahulu pernah berjaya kerajaan hindu dan budha di Indonesia, Majapahit, Sriwijaya, Kerajaan Kutai, dll. Jawaban yang sama bisa diberikan untuk konteks India.
Di India dahulu pernah ada dua Kerajaan Islam yang kuat. Pertama adalah Kesultanan Dihli (baca: Delhi) yang berkuasa dari tahun 1211 sampai tahun 1556. Kedua, adalah Dinasti Mughal yang berkuasa dari tahun 1526 sampai tahun 1858. Sultan-sultan Mughal dikenal sebagai pencinta buku fanatik (bibliophiles) dan merupakan patron dermawan yang mendorong dan melindungi para ilmuwan Islam. Akibatnya tumbuh subur tradisi literasi Islam di India.
Perkembangan ilmu Islam di India tersebut mendorong para ulama dan ilmuwannya untuk memperkaya wawasan ilmiah mereka dengan mendatangkan buku-buku Islam yang ditulis oleh para ulama dan ilmuwan dari negeri-negeri Arab. Dalam buku biografi al-Suyuti yang ditulis E.M. Sartain (1970) disebutkan bahwa pada saat al-Suyuti hidup, karya-karyanya sudah tersebar ke beragai daerah: Nigeria, Mali, Aljazair, Maroko, Sudan, Suriah, Afganistan, Persia dan India. Popularitas seorang ulama kesohor dari Mesir ini, telah mengundang banyak orang untuk datang ke Kairo untuk belajar dengannya dan membeli salinan naskah karya-karyanya saat mereka kembali ke negeri mereka. Salah satu karya al-Suyuti yang di bawa ke India adalah al-Qawl al-Mushriq fi Tahrim al-Ishtigal bi Ilm al-Mantiq, satu karya yang merekam opini sejumlah ulama Islam klasik yang mengharamkan umat Islam untuk belajar ilmu logika Yunani.
Sebelum tahun 1975, naskah ini di simpan di Perpustakaan Asafiyya di Heyderabad, Deccan India. Sekarang naskah tersebut di simpan di sebuah lembaga yang bernama the Andra Pradesh Oriental Manuscript and Library Research Institute (OMLRI), di Osmania University, Heyderabad India. Bersama dengan ribuan naskah lainnya yang tersimpan di Perpustakaan Asafiyya, karya ini dikatalogkan dalam Fihrist-i Arabi, Farsi wa Urdu MaÌzÙna Kutub Kana-i Asafiyya-i Sarkar-i Ali Kutub Kana-i Asafiyya-i Sarkar-i Ali (Haidarabad, 1332-1347/1914-1928, 3 volum).
Berburu Naskah di India
Untuk mendapatkan informasi bahwa naskah Islam klasik yang kita butuhkan ternyata disimpan di salah satu tempat di suatu negara, terkadang membutuhkan ketelitian dalam melacak katalog naskah, yang tidak jarang informasinya sudah out of date. Dalam katalog Geschichte der arabischen Literatur (Sejarah Literatur Arab) karya Carl Brockelmann dijelaskan bahwa salah satu naskah karya al-SuyuÔi yang mengecam logika Yunani masih tersimpan di Perpustakaan al-Asafiyya (Heyderabad, India). Setelah diteliti, ternyata semua koleksi naskah yang disimpan di Perpustakaan tersebut sudah ditransfer sejak tahun 1975 ke Andhra Pradesh Government Oriental Manuscripts Library and Research Institute (OMLRI), di Universitas Osmania (Heyderabad, India). Sebelum memesan tiket ke Heyderabad, tentu saja penulis harus berkorespondensi dengan pustakawan Perpustakaan untuk memastikan bahwa naskah yang dibutuhkan benar-benar ada dan dapat diakses serta di-fotocopy oleh penulis.
Kesulitan melacak informasi katalogis adalah satu hal, memastikan keberadaan naskah apalagi mendapatkan copy naskah tersebut adalah hal lain. Nomor telepon yang disebutkan di website Universitas tersebut ternyata tidak accessible, menghubungi staff bagian pariwisata negara bagian Andra Pradesh di Heyderabad tidak ada respon, bertanya kepada staff Perpustakaan Kota Heyderabad ‘tidak nyambung.’ Upaya menelepon pengarang buku katalog naskah di lembaga OMLRI tersebut gagal meskipun dilakukan berkali-kali.
Akhirnya, setelah konsultasi kepada seorang sarjana naskah klasik India dari Cinei, India Selatan, penulis disarankan untuk langsung ke India, karena ada satu dua ‘rites de passage’ yang harus penulis lalui agar naskah dapat diakses dengan cara mengeluarkan sejumlah uang tidak hanya untuk membeli naskah tetapi juga untuk membayar ‘uang semir’ untuk staf perpustakaan. Tentu saja penulis tidak berani berspekulasi ‘terbang’ ke Heyderabad, tanpa teryakinkan bahwa naskah benar-benar ada.
Gandi, Syekh Nawawi dan Naskah Islam Klasik
Ketika diakhir sesi perkuliahan, penulis sebagai mahasiswa dari Banten diminta oleh dosen untuk mendiskusikan topik mengenai tokoh lokal dengan wibawa (intelektual) internasional dalam mata kuliah tadi, ia dengan mudah dapat mengumpulkan sejumlah sumber (bacaan) yang dirujuk untuk mendiskusikan biografi, karya, kiprah dan pengaruh Syekh Nawawi al-Bantani terhadap kehidupan intelektual dunia pesantren di Indonesia. Semudah upaya dosen tadi mengumpulkan sumber bacaan mengenai Mahatma Gandhi.
Tetapi kalau diminta penjelasan (komprehensif) oleh dosen tadi mengenai jumlah (tentatif), sebaran, dan keutuhan naskah Islam klasik di Banten, penulis tentu ‘kelabakan.’ Selain menyebutkan angka 83 untuk naskah Banten di Perpustakaan Universitas Leiden dan 94 yang di Perpustakaan Nasional Jakarta, penulis tidak akan mampu memberikan jawaban komprehensif yang memuaskan karena memang sejauh yang penulis ketahui belum pernah ada upaya komprehensif dilakukan untuk memetakan, mengumpulkan, menyalin, menyunting dan mempublikasi naskah-naskah Islam klasik di Banten.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kami menunggu partisipasi pemikiran anda.. silakan