Entah bagaimana naskah kuno berisi perjalanan Bujangga Manik ini jadi koleksi Perpustakaan Bodleian di Oxford Inggris sejak tahun 1627 atau 1629. Hingga tahun 1950 baru disadari bahwa naskah di atas 29 lembar daun palem itu merupakan naskah kuno dari Jawa Barat Indonesia. Bagi orang Sunda dan Indonesia tentu penemuan ini besar sekali artinya.Sesuai dengan judulnya penulis membatasi pada data topografis dari kedua kisah perjalanan Bujangga Manik.
Perjalanan pertama dari Pakuan hingga Brebes di Jawa Tengah sekarang (125 baris). Sedangkan perjalanan kedua dari Pakuan hingga ke Jawa Timur dan Bali (550 baris) jadi total 675 baris. Jumlah baris seluruhnya 1641 inipun dianggap tidak lengkap. Jika benar di mana sebagian lagi?Penekanan penelitian sastra kuno ini pada nama-nama tempat, sungai, gunung, pelabuhan pada jalur atau dekat jalur yang dilewati. Ada sekira 450 nama yang bertautan dengan Pulau Jawa.
Penulis lontar adalah pelaku utama dalam puisi Sunda buhun ini. Beliau sangat teliti dalam menuliskan nama-nama tempat. Nama-nama itu dibagi dalam tiga kelompok yaitu nama-nama yang masih dipakai sampai sekarang, kedua nama-nama yang sudah tidak diketahui lagi, dan ketiga nama-nama toponim zaman dahulu yang juga ada disebutkan dari sumber-sumber lain.Jumlah baris dalam pantun yang menceritakan tentang kedua perjalanan adalah 675, sedangkan 966 baris lainnya tidak menjadi titik perhatian tulisan ini.
Jadi bagian lain seperti peristiw-peristiwa di istana Pakuan, seluk beluk Bujangga Manik sebagai pertapa dan perjalanan Bujangga manik ke Kahiyangan tidak dibahas.Penyebutan nama-nama tempat dalam naskah Bujangga Manik sangat membantu dalam memetakan kondisi Pulau jawa saat perjalanan atau naskah ini dibuat. Kapan? Dalam naskah ini disebut-sebut Majapahit, Demak, dan Malaka. Perjalanannya hampir seperti menyusuri bagian utara dan tengah Pulau Jawa kembali ke Pakuan (Bogor sekarang) menyusuri bagian selatan.Diperkirakan naskah ini dibuat akhir abad ke-15 dalam bahasa Sunda kuno.
Tak ada unsur serapan dari bahasa Arab sedikitpun, jadi kemungkina dibuat sebelum mulai berkembangnya agama Islam di Jawa Barat. Noorduyn membatasi perkiraan pembuatan cerita ini dari perempat kedua abad ke-15 hingga tahun 1511. Sedangkan Bujangga Manik sendiri diduga seorang tohaan (pangeran) Kerajaan Sunda (Pajajaran). Putra Prabu Siliwangi yang mengembara dan menjadi pertapa terkenal. Banyak versi mengenai hal ini.Selain Noorduyn, beberapa pihak juga mencoba meneliti naskah Bujangga Manik dengan meminta salinan manuskrip langsung ke Perpustakaan Bodleian (No. katalog MS.Jav.b.3 (R)), terutama yang tidak diteliti Noorduyn.
Saya belum membaca buku Noorduyn mengenai Bujangga Manik yang sepeninggalnya diselesaikan oleh A . Teeuw berjudul “Three Old Sundanese Poems” (KITLV, 2006) salah satu dari ketiga pantun adalah Bujangga Manik. Barangkali dalam buku ini ada kajian lain selain topografi Jawa. Para ahli lainnya yang dapat membaca dan mengerti huruf dan bahasa Sunda kuno diharapkan dapat mengkaji kembali naskah berharga ini. Selama ini tentang Bujangga Manik masih mengandalkan karya-karya Noorduyn. Seperti kita ketahui beberapa ahli yang mempunyai kapasitas di bidang itu seperti Bapak Atja, Saleh Danasasmita, Edi S. Ekadjati, dan Ayat Rohaedi telah meninggal. Kini tinggal beberapa orang saja ahli filologi khususnya bahasa Sunda kuno."..nanjak ka Lembu Hambalang,sadatang ka Bukit Ageung,eta hulu Cihaliwung,Kabuyutan ti Pakuan,Sanghiang Talaga Warna,,"(brs. 1350-1354)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kami menunggu partisipasi pemikiran anda.. silakan